Dalam suatu perjalanan Rasulullah s.a.w bertemu dengan perempuan tua yang menggendong kayu bakar. Rasa belas kasihan beliau mendorong untuk segera membantu sang nenek tersebut. Jadilah sekarang beliau yang menggendong kayu bakar itu dan berjalan di dekat sang nenek. Melihat kebaikan Rasulullah s.a.w sepanjang jalan sang nenek mewanti-wanti Rasulullah agar berhati-hati terhadap orang yang bernama Muhammad, karena dia adalah manusia yang jahat… dan seterusnya..
Sahabat, beberapa kali saya merenungkan kisah itu. Dan beberapa kali pula saya mencoba membayangkan seandainya saya adalah Rasulullah s.a.w. Saya yakin kebanyakan orang akan segera berhenti menggendong kayu tersebut dan segera membuat klarifikasi atau bahkan kalau sang nenek masih tidak percaya bahwa yang menolong adalah orang yang dia ceritakan, bisa jadi langsung menggamparnya.
Saudaraku, dalam kehidupan keseharian kita, betapa banyak kejadian seperti itu. Kita sering mendengar baik secara langsung maupun dari orang lain tentang kabar atau berita yang negatif terhadap diri kita. Dan kebanyakan dari kita secara naluriah akan bertindak defensif dengan membuat klarifikasi terhadap semua berita yang tidak benar menurut kita. Dalam prespektif yang lebih luas, tindakan defensif itu tidak hanya menyangkut diri kita, tetapi juga terhadap organisasi yang kita ikuti, terhadap institusi yang menaungi kita, keluarga kita dan segala yang terkait dengan kehidupan kita, baik pribadi, sosial maupun profesional.
Mengapa sifat defensif – dan bahkan sifat reaktif itu muncul begitu saja? Menurut saya penyebabnya adalah karena kita selalu ingin mendengar apa yang ingin kita dengar. Dan adalah hal yang wajar pula, bahwa kita selalu ingin mendengar hal yang positif tentang diri dan segala yang terkait dengan kehidupan kita
Semua itu tidak ada yang salah. Tetapi kita harus sadar bahwa kehidupan tidak selalu sebaik yang kita inginkan, kehidupan terkadang begitu tidak bersahabat dengan keinginan dan harapan kita.
Sahabat, ketika kita tidak segera menyadari hal itu maka akan habis energi dan waktu kita hanya untuk menjelaskan kepada dunia apa yang kita mau dan harapkan. Di sisi lain ketika kita tidak mulai belajar untuk menerima kenyataan dalam kehidupan ini serta belajar untuk melihat dan mendengar sesuatu yang tidak kita inginkan, maka hal itu juga menghalangi pertumbuhan diri kita. Pertumbuhan emosional, spiritual, dan intelektual kita. Kita menjadi manusia yang ringkih dengan segala hiruk pikuk dunia, menjadi manusia yang rentan terhadap segala yang tidak sesuai dengan harapan kita, dan menjadi lunglai dalam menggapai keinginan kita.
Sesuatu yang jarang kita sadari adalah betapa hal-hal yang menurut kita negatif tadi tidak selalu sepenuhnya salah dan bahkan terkadang justru benar, hanya karena kita sudah terlalu defensif terhadap semua itu, akhirnya terlanjur kita tolak tanpa kita berusaha untuk merenungkannya sedikitpun. Dan tidak jarang pula justru berita itu sesungguhnya bermanfaat bagi kebaikan diri kita! Sehingga yang terjadi adalah kita menjadi terlambat menyadari bahwa ternyata hal itu memang benar adanya, dan semua serasa berakhir!
Sahabat, memang untuk mendengarkan hal-hal yang tidak kita inginkan terkadang membutuhkan pengorbanan yang tidak kecil. Betapa sering hati dan perasaan kita hancur berkeping-keping ketika mendengarkan sesuatu yang terkait dengan diri kita tidak seusai dengan harapan kita.
Betapa kita harus memulai menyusun peta hidup kita lagi secara perlahan dari awal untuk memastikan bahwa semuanya akan berjalan seperti yang kita inginkan. Dan tidak jarang menyusunnya berulang-ulang!
Tetapi memang itulah harga yang perlu kita bayar agar kita menjadi orang yang tegar menghadapi kehidupan.
Memang tidak selama harus begitu, tetapi bukankah sejak sekarang kita harus belajar?
Selamat belajar!
dari saya yang juga sedang belajar mendengar apa yang tidak saya ingin dengar
Tidak ada komentar: