Istikharah Pilpres, Karena Pilihan Kita Panjang Urusannya!
Published
Senin, 07 Juli 2014
|
0
komentar
Baru Pilpres kali ini saya merasakan sebuah suasana hati yang cukup riuh. Entah pilpres tahun 2014 ini begitu menurut saya begitu banyak menguras enerji pikiran. Satu diantara penyebabnya adalah banjir bandang informasi yang berlalu lalang di depan kita tentang dua kandidat capres yang akan “bertaruh” tanggal 9 Juli 2014.
Jika banjir bandang informasi yang ada adalah hal yang positif mungkin sebagian kita tidak perlu terlalu bersusah payah menyaringnya, tetapi karena banjir tersebut adalah sebagian besar berita-berita yang kadang tidak berdasar sehingga mau tidak mau akan mempengaruhi kita.
Parahnya lagi, banjir tersebut justru disebarkan oleh teman-teman di sekeliling kita, baik “teman nyata” maupun yang “teman maya”, dan diakui atau tidak hal ini agak dan bahkan mengganggu pertemanan hubungan pertemanan yang selama ini baik-baik saja menjadi sebuah permusuhan yang sangat sengit. Karena alasan itu pula beberapa waktu lalu saya memutuskan untuk puasa – mengurangi sebanyak mungkin – interaksi saya di media social yang selama ini menjadi salah satu sumber banjirnya informasi yang saya sebutkan tadi.
Pagi ini, ada teman yang menyatakan bahwa pilpres kali ini benar-benar membuka kedok siapa teman kita sesungguhnya. Ah, menurut saya berlebihan juga jika dikatakan demikian, walau mungkin ada benarnya pernyataan itu. Akan tetapi saya sendiri merasakan bahwa pilpres kali ini benar-benar membuat polarisasi anatara kedua kubu pendukung capres yang cuma dua biji tersebut begitu tajam. Saking tajamnya bahkan sesama teman jadi saling bermusuhan dan saling fitnah dan bahkan memutuskan petremanan. Dan fakta ini tidak hanya terjadi di satu dua tempat, bahkan di media masa pun sempat diberitakan dampak social dari pilpres kali ini cukup mengkahwatirkan. Bentrokan antar pendukung capres di dunia nyata pun juga terjadi dibeberapa tempat. Miris sekali menyadari hal ini. Dan bagi saya pilpres 2014 ini benar-benar sebuah fitnah yang besar bagi bangsa kita.
Sebagaimana yang pernah saya sampaikan dalam sebuah status facebook saya minggu yang lalu yang justru membuat saya muak terhadap para capres yang ada ternyata adalah para pendukungnya. Orang menjadi begitu sangat sensitif ketika ada orang lain yang mempunyai pendapat yang berseberangan atau mengkritik capresnya. Sampai-sampai ada mantan rekan kerja begitu mudah menuduh saya menyebarkan fitnah – hanya gara-gara saya mengupload sebuah guyonan gambar KTP kosongan – padahal saya tidak menyinggung salah satu capres yang dipuja. Selain itu saya juga terhenyak ketika dalam sebuah diskusi dengan junior saya tentang kebijakan seorang capres dan ketika kalah berargumen dia malah menyerang saya dengan materi yang gak ada hubunganya dengan topik diskusi. Saya benar-benar tidak habis pikir dengan hal ini, seorang capres sudah dianggap menjadi tuhan, tidak boleh salah dan dikritik, kalo seperti ini apa tidak sama dengan penyembah para berhala?
Sayang seribu sayang, jika ternyata “kekacauan” antar pendukung capres ini tidak benar-benar dinetralisir oleh para (tim sukses) capres dengan baik, alih-alih memadamkan api permusuhan mereka justru membuat pernyataan yang membuat blunder suasana. Dan yang membuat kita masyarakat di bawah ini semakin terheran-heran adalah bahwa pilpres kali ini begitu banyak orang-orang yang terkemuka, baik dari kalangan akademisi maupun tokoh masyarakat yang tidak segan-segan berdusta mengorbankan harga dirinya demi membela “sesembahannya”. Laa haula wala quawwata billah.
Beberapa tokoh tersebut sempat saya kagumi karena progam dan kinerjanya selama ini, tetapi kekaguman saya sirna begitu saja melihat prilakunya. Dan ternyata apa yang saya rasakan ini juga dirasakan teman-teman saya, baik yang ada di dunia nyata dan juga orang lain yang ada di dunia maya.
Sementara itu, sampai menjelang pemilihan yang tinggal seharipun, bombardier informasi tentang masalah pilpres ini tidak semakin surut. Ketika saya memutuskan untuk banyak off di media social – ternyata informasi itu masih saja bisa memasuki gadget yang saya punya, ya memang resiko jaman teknologi kali ini.
Lantas, apa yang kita lakukan untuk menyikapi banjirnya informasi tersebut dalam menentukan pilihan capres nanti? Bagi kita yang muslim sebenarnya cukup simple – karena agama kita sudah memberikan sebuah sarana ketika kita dihadapkan pilihan yang rumit.
Mengapa saya katakan rumit?
Ya, karena seperti yang dikatakan seorang teman di sebuah grup Whatsapp, bahwa dampak dari pilihan kita ini tak hanya selesai saat kita memilih capres yang sesuai menurut selera kita, tetapi ada “urusan lain” yang nanti harus kita selesaikan siapapun pilihan kita, apalagi jika dia kelak bermasalah. Karena pemilihan pemimpin ini dampaknya tidak hanya buat diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Oleh karena itu permintaan petunjuk dari yang Maha Kuasa adalah hal yang sangat mutlak bagi kita. Mengapa demikian?
Untuk, menentukan jodoh/pasangan hidup kita saja kita diminta melakukan istikharah – agar apa yang kita pilih nanti (meski kita sudah memikirkan dengan baik bahwa pilihan kita adalah orang yang tepat) – benar-benar orang yang bisa memberikan kebaikan bagi kita tidak hanya di dunia ini, tetapi juga di akhirat kelak. Selain itu masalah ini bukan cuma urusan antara dua orang seperti sepasang suami – istri, tetapi menyangkut urusan orang banyak.
Dan karena di dalam Islam itu semua aktivitas ada tuntunannya dari mulai bangun tidur, makan sampai urusan kencing di toilet – ada fiqihnya, apalagi memilih pemimpin, sudah pasti ada fiqihnya pula, silahkan digoogling saja bagaimana memilih seorang pemimpin yang bisa membawa kebaikan urusan agama kita tidak hanya di dunia tetapi juga diakhirat.
Ya, sekali lagi saya tegaskan untuk urusan kebaikan di agama kita – baik secara pribadi maupun kolektif – dan sayangnya ini secara eksplisit tidak ada capres yang benar-benar berani menjanjikan akan hal ini.
Akhirnya saya secara pribadi dan mungkin juga anda – meski sudah memiliki kecondongan kepada seorang capres – tetap perlu melakukan istikharah dengan sebenar-benarnya agar pilihan kita yang terbaik.
Dan siapapun nanti yang terpilih itulah takdir Allah SWT yang harus kita terima, apakah dia seorang pemimpin yang akan mengajak rakyatnya semakin dekat dengan Tuhannya atau justru menjadi pemimpin yang semakin menjauhkan kita ke kampong akhirat.
Wallahu’alam
Tidak ada komentar: