Seminggu lalu, saya dapat musibah kecil, terjatuh dari motor matic saya.
Alhamdulillah kecelakaan tadi tak sampai membuat orang lain terluka. , Motor sayapun cuma tergores di beberapa bagian. Ada yang "agak parah" yaitu pada handle rem kiri yang agak bengkok. Saya sendiri tak mengalami luka serius, hanya sedikit luka pada tepalak tangan, pasalnya saat motornya nyungsep, tangan kanan saya terjepit plat nomor.
Saya masih melanjutkan kegiatan bersama teman-teman karena saya masih bisa bergerak dengan baik. Namun saat sampai di rumah, kok saya merasakan badan sebelah kiri rasanya agak sakit dan bagian dada kok agak sesak, akhirnya saya memutuskan untuk pijat di tempat langganan saya.
Ya, saya mengenal tukang pijat tersebut karena mendapatkan referensi dari teman. Tukang pijat ini masih saudara teman saya, tepatnya Pakde-nya. Kami memanggilnya Pakde SUL, seorang tuna netra tetapi dia orangya ramah. Saya pernah menuliskannya tentang Pakde SUL sekitar dua tahun yang lalu - anda bisa membacanya di link berikut ....
Yang istimewa dari Pakde Sul ini adalah, beliau menikah dengan istrinya yang juga tunanetra dan dari pernikahannya itu beliau dikaruniai 3 orang anak, satu sudah lulus SMA, yang kedua masih belajar di sebuah SMK dan yang terakhir masih duduk di kelas 2 SD.
Setiap kali saya pijat ke rumahnya, saya selalu "belajar" banyak hal - minimal mengingatkan saya kepada hal-hal yang selama ini sudah saya ketahui dan sudah saya "ilmu-i" tetapi masih belum banyak saya amalkan.
Pelajaran-pelajaran yang saya ambil darinya adalah:
1. Senantiasa bersykur apapun keadaan kita, dan kalau dibandingkan dengannya tentu harusnya saya lebih banyak bersykur, karena saya dikaruniai dengan kesehatan dan kelengkapan panca indra.
2. Mengingatkan saya bahwa Allah-lah yang menjamin rizki makhlukNya. Betapa tidak, Pakde Sul yang tuna netra saja "berani hidup" terbukti dengan menikah dan mempunyai 3 orang anak. tentu membesarkan anak-anak dengan kondisi kedua orang tuanya buta adalah sebuah perjuangan yang luar biasa, baik dalam merawat, mendidik dan yang sering kita takutkan adalah "memberi nafkah kepada anak-anak". Bahkan Pakde Sul berhasil mempunyai rumah - meski cukup sederhana - berlantaikan tanah dan tanpa langit-langit sehingga kita bisa langsung melihat genting rumahnya.
Ya, tentu saja, tidak ada yang mudah di dunia ini, tetapi saya salut padanya karena beliau temasuk orang-orang yang PEMBERANI dalam menjalani kehidupan dan yakin bahwa Allah memberikan rizki kepadanya.
3. Senantiasa berbahagia. Begitulah yag selalu saya lihat, sepanjang memijit saya dia selalu bertanya dan bercerita apa saja, dan dari obrolan kami, saya tahu bahwa dia rupanya juga selalu "update" tentang perkembangan berita terkini, mungkin dia dapatkan dari Televisi tua yang ada di ruang tengah rumahnya.
Yang paling penting, disetiap obrolan kami saya sering beliau bercerita dengan ceria dan banyak tertawa.
Begitulah, dari hal-hal tersebut saya kembali diingatkan bahwa untuk bisa bahagia, tersenyum dan berani menghadapi kehidupan ini, kita tak perlu menunggu untuk sempurna.
Ya, sempurna dalam arti fisik kita dan harta kita.
Bahagia Tak Perlu Tunggu Sempurna!
Published
Selasa, 30 April 2013
|
0
komentar
Tidak ada komentar: