Nah karena sesuatu dan lain hal
dia berusaha menutup akun tersebut dan membuat akun lain. Tetapi lucunya meski
dia sudah berpindah dengan akun yang baru – eh ternyata para penggemarnya tanpa
diundang pada berduyun-duyun nge-add akun baru tersebut.
Saya pikir hal ini ajaib sekali,
di saat orang lain – terutama temen-temen pemasar online, berusaha dengan keras
untuk mencari dan menambah jumlah “penggemar” dari lapak Online yang dia buat
di facebook, sampe-sampe ada yang jual alat khusus yang berfungsi nge-like dan menambah follower, ini malah tanpa melakukan itu sudah banyak yang
“ngejar-ngejar”.
Setelah saya tanya beberapa hal
tentang “isi dan muatan” dari status dan tulisan-tulisan yang dia gunakan di
akun tersebut maka saya paham bahwa dia memang sudah melakukan “sesuatu yang
benar” kalau ditinjau dari sudut internet marketing. Saya coba cek popularitas
kata kunci yang dia pakai tersebut di alat yang disediakan oleh Google dan saya
mendapati memang hal-hal yang dia tulis itu memang BANYAK DICARI oleh orang di
internet. Jadi kesimpulannya adalah wajar dia dikejar-kejar pelanggan lamanya –
meski dia sudah ganti akun.
Dari kasus ini saya belajar beberapa hal.
Pertama, semakin
menyadarkan kepada saya bahwa ketika kita mau menggabungkan ilmu internet
marketing untuk menulis, maka hasilnya bisa cukup dahsyat. Jadi jika anda ingin
menjadi penulis yang ingin dikenal publik maka tulislah hal-hal yang memang
banyak dicari oleh orang di internet.
Ingat, ketika anda ingin bermain
di dunia internet maka anda harus memakai “logika dan nalar” yang dilakukan
oleh pengguna internet. Jadi tidak bisa anda mengandalkan hal-hal konvensional
lagi, dan dengan cara seperti ini tidak mengherankan kalau banyak
penulis-penulis pemula yang tiba-tiba dikenal orang atau karya-karyanya menjadi
digemari dan booming.
Kedua, suatu ketika pernah ada diskusi yang cukup ramai di grup,
tentang sastra dunia maya yang kualitasnya diragukan. Memang semua orang bisa
memberikan berhak memberikan suatu penilaian tentag karya seseorang, terserah
mau baik atau jelak, mau bermutu atau sampah terserah. Bagi saya tidak perlu
pusing dan ribut tentang penilaian itu, lha wong alquran dan hadist nabi aja
banyak yang mengejek dan menjadikan olok-olokan, apalagi cuman karya sastra
tulisan orang.
Lantas apa kaitannya dengan
bahasan kita kali ini?
Saya teringat pesan Pak Agus Setiawan
– guru internet mareketing saya, pesan beliau kepada saya – ketika meminta saya
untuk segara melakukan branding, “Public Speaker itu sebenarnya bukan masalah
apakah dia pandai atau terkenal tetapi apakah audience MENERIMA atau TIDAK?”
Nah, contoh kasus di atas membenarkan
pesan pak Agus tersebut, meskipun dalam ranah tulis menulis, dan saya juga
setuju, bahwa pembaca tidak peduli kita terkenal atau tidak, pandai atau bloon,
tetapi jika apa yang anda sampaikan banyak yang menerima, ya sudah tulis saja. Terserah
orang mau menilai apa, atau kalo bahasa anak muda, “sirik tanda tak mampu”
Hehehe, saya pikir-pikir benar
juga kata Om Nur Muhammadian bahwa munculnya diskursus “sastra dunia maya tidak
berkualitas” ada wacana yang dihembuskan
penulis-penulis konvensional yang gagap dengan teknologi dan ditinggalkan
pembacanya akhirnya dia membuat wacana pembelaan :D – kalo menurut saya ini
semacam exit strategy untuk memaklumi kegaptek-annya :D :D
Ketiga, personal branding
– atau yang sebagian orang lebih suka menyebut pencitraan – (saya sendiri
kurang sreg, karena maknanya pencitraan di indonesia jadi negatif akibat prilaku
politisi dan penggede di negeri ini ) – memang membutuhkan sebuah keontentikan,
artinya menjadi unik tetapi tidak sekedar berbeda dengan orang lain – anda perlu
memposisikan diri dan mencari ceruk pasar (niche market) bagi tulisan-tulisan
anda. Dan tentu itu bisa dipelajari dan butuh proses, tidak seketika, tetapi
kadang memang perlu melakukan uji coba – semacam trial and error, dan itu tidak
masalah!
Yuk kita coba!
wah keren gan pembahasan ini..:) menurut ane sih perilaku di dunia maya mencerminkan perilaku kita di dunia nyata..:)
BalasHapus